Dalam kondisi pembangunan kearah
industrialisasi dimana persaingan pasarsemakin ketat, sangat diperlukan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Searahdengan hal tersebut kebijakan pembangunan
di bidang kesehatan ditujukan untukmewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi seluruh masyarakat, termasukmasyarakat pekerja.
Masyarakat pekerja mempunyai
peranan & kedudukan yang sangat pentingsebagai pelaku dan tujuan
pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEKdituntut adanya Sumber Daya
Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi hingga
mampu meningkatkan kesejahteraan dan daya saing di era globalisasi.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003,
pekerja di Indonesia mencapai100.316.007 dimana 64,63% pekerja laki-laki dan
35,37% pekerja wanita. Wanitayang bekerja sesungguhnya merupakan arus utama di
banyak industri. Merekadiperlakukan sama dari beberapa segi, hanya dari segi
riwayat kesehatan mereka seharusnya diperlakukan berbeda dengan laki-laki dalam
hal pelayanan kesehatan. Pekerja wanita dituntut untuk meningkatkan kemampuan
dan kapasitaskerja secara maksimal, tanpa mengabaikan kodratnya sebagai wanita.
Sesuai dengan kodratnya, pekerja
wanita akan mengalami haid, kehamilan,melahirkan dan menyusui bayi. Untuk
meningkatkan kualitas SDM, dimulai sejak janin dalam kandungan, masa bayi,
balita, anak-anak sampai dewasa. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi
merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitasSDM sejak dini yang akan
menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi.
Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan
zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional
antara ibu dan bayinya.
Mengingat pentingnya pemberian
ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baikfisik maupun mental dan kecerdasannya,
maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor
keberhasilan dalam menyusui adalah
denganmenyusui secara dini dengan posisi yang benar ,teratur dan eksklusif.
Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 (enam)bulan dan
dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2(dua) tahun. Sehubungan dengan hal tersebut telah
ditetapkan dengan Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi
Indonesia. Program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif
mempunyai dampak yang luas terhadap status gizi ibu dan bayi.
Untuk mendukung Deklarasi
Innocenti 1990 (Italia) tentang perlindungan, promosidan dukungan terhadap
pemberian ASI, telah dilaksanakan beberapa kegiatan penting, yakni pencanangan
Gerakan Nasional PP-ASI ole Bp. Presiden padatahun 1990, Gerakan Rumah Sakit
dan Puskesmas Sayang Bayi yang
telahmenghasilkan sekitar 50-70% rumah sakit sayang bayi pada RS pemerintah
dansekitar10 – 20% pada RS swasta.Pada Pekan ASI Sedunia tahun 1993 diperingati
dengan tema Mother FriendlyWorkplace atau Tempat Kerja Sayang Bayi, menunjukan
bahwa adanya perhatiandunia terhadap peran ganda ibu menyusui dan bekerja. Menyusui
adalah hak setiap ibu tidak terkecuali ibu yang bekerja, maka agar
dapatterlaksananya pemberian ASI dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai manfaat
dari ASI dan menyusui serta bagaimana
melakukan manajemen laktasi. Selain itu diperlukan dukungan dari pihak
manajemen, lingkungan kerja dan pemberdayaan pekerja wanita sendiri.
Pemberian ASI di Indonesia belum
dilaksanakan sepenuhnya. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang
memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama
adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan
dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi
susu formula dan ibu bekerja.
Dari data SDKI 1997 cakupan ASI
eksklusif masih 52%, pemberian ASI satu jam pasca persalinan 8%, pemberian hari
pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI eksklusif menjadi pemicu rendahnya
status gizi bayi dan balita.Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh
Nutrition & HealthSurveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes
dan Helen KellerInternational di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang,
Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB,
Sulsel),menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara
4%-12%,sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di
perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Pada ibu yang
bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa
pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini
mengganggu uapaya pemberian ASI eksklusif. Dari berbagai penelitian menunjukan
banyak alasan untuk menghentikan ASI dengan jumlah yang bervariasi :13% (1982),
18,2% (Satoto 1979), 48% (Suganda 1979), 28% (Surabaya 1992),47% (Columbia), 6%
(New Delhi).
Selain itu gencarnya promosi susu
formula dan kebiasaan memberikanmakanan/minuman secara dini pada sebagian
masyarakat, menjadi pemicu kurangberhasilnya pemberian ASI eksklusif.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPKES TENTANG PENINGKATANPEMBERIAN ASI PEKERJA WANITA
A. KEBIJAKAN
- Peningkatan Pemberian ASI dilaksanakan sebagai upaya peningkatankualitas SDM yang merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional,khususnya dalam peningkatan kualitas hidup.
- Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) dilaksanakan secara lintas sektor dan terpadu dengan melibatkan Peran Serta Masyarakat khususnyamasyarakat pekerja.
- PP-ASI menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu hamil dan ibu menyusui dalam melaksanakan tugassesuai kodratnya.
- Membudayakan perilaku menyusui secara eksklusif kepada bayi sampaidengan usia 6 bulan.§ PP-ASI dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan di setiaptempat kerja.
B. STRATEGI
- Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan status kesehatan ibu pekerja dan bayinya.
- Memantapkan tanggung jawab dan kerjasama dengan berbagai instansipemerintah yang terkait , asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalamprogram pemberian ASI di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja
- Mengupayakan agar setiap petugas dan sarana pelayanan kesehatan ditempat kerja mendukung perilaku menyusui yang optimal melaluipenerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang merupakan standar interna-sional.
- Mengupayakan fasilitas yang mendukung PP-ASI bagi ibu yang menyusuidi tempat kerja dengan :
- Menyediakan sarana ruang memerah ASI
- Menyediakan perlengkapan untuk memerah dan menyimpan ASI.
- Menyediakan materi penyuluhan ASI- Memberikan penyuluhan.
- Mengembangkan dan memantapkan pelaksanaan ASI eksklusif bagi pekerja wanita melalui pembinaan dan dukungan penuh dari pihak pengusaha.
V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
- Mengembangkan KIE: Meningkatkan penyuluhan dan promosi dengan mengembangkan KIE yangspesifik melalui metode dan media yang sesuai dengan sasaran, antara lain :seminar/lokakarya, pelatihan, kampanye, siaran melalui media elektronik,media cetak, dll.
- Menggerakkan pengusaha: Advokasi dan sosialisasi kepada dunia usaha agar memberikan dukungankepada pekerja wanita yang menyusui bayinya dengan memberikan izinuntuk memerah susunya serta menyediakan ruang khusus untuk memerasASI yang dilengkapi dengan tempat penyimpanan ASI sementara (ASI dalamlemari es dapat bertahan selama 2 x 24 jam, sedangkan diluar lemari esbertahan sampai 6-8 jam).
- Meningkatkan keterpaduan, koordinasi dan integrasiKoordinasi dilakukan secara lintas sektoral melalui kegiatan dalam tim baik ditingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota
- Mengembangkan dan membina Tempat Penitipan Anak (TPA).
- Memantapkan Pemantauan dan EvaluasiDiperlukan system pencatatan dan pelaporan secara berkala untuk menilaikeberhasilan program ASI eksklusif bagi pekerja wanita baik dari segipelaksanaan maupun dampaknya pada peningkatan produktivitas kerja,peningkatan status kesehatan dan gizi ibu maupun bayinya.