Di Indonesia, kanker leher rahim (serviks) telah menjadi
pembunuh nomor satu dari keseluruhan kanker. Data Departemen Kesehatan 2001
menunjukkan, kasus baru kanker serviks mencapai 2.429 kasus. Angka itu
diperkirakan terus meningkat setiap tahunnya. Padahal ada cara mudah terhindar
dari kanker serviks lewat vaksinasi.
“Deteksi dini dan vaksinasi dapat menekan angka kejadian
kanker serviks pada perempuan Indonesia,” kata dr Laila Nuranna, ahli kandungan
dan ahli kanker dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia disela
peluncuran kampanye “Perempuan Perang Melawan Kanker Serviks” di Jakarta, pekan
lalu. Acara yang digelar Yayasan Kanker Indonesia dan PT GlaxoSmithKline dibuka
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono.
Ia menambahkan, kanker serviks merupakan penyakit kanker
paling umum kedua yang biasa diderita wanita diatas usia 15 tahun. Wanita yang
aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks tanpa memandang
usia atau gaya hidup. Setiap tahun, sekitar 500 ribu perempuan didiagnosa
menderita kanker serviks. Dari jumlah itu, 270 ribu berakhir dengan kematian.
“Selama ini pap smear sangat berguna untuk deteksi awal
kanker serviks, karena perubahan sel dapat terindentifikasi. Tetapi, biasanya
sudah terlambat. Karena pada stadium awal, kanker serviks tidak memperlihatkan
gejala khusus,” katanya.
Pap smear, lanjut dr Laila, hanya bisa mendeteksi kanker
serviks, tetapi tidak bisa mencegahnya. Upaya pencegahan dilakukan dengan
vaksinasi kanker serviks. Vaksinasi itu sudah tersedia di Indonesia.
“Vaksin ini bisa diberikan kepada perempuan mulai usia 15
tahun baik sudah pernah melakukan seksual atau belum. Vaksin itu akan
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan untuk mengenali dan menghancurkan virus
ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum membentuk infeksi,” katanya.
Ia menjelaskan, kanker serviks disebabkan oleh virus
bernama human papilloma virus (HPV). Ada 100 tipe HPV yang terindetifikasi dan
kebanyakan tidak berbahaya serta tidak menunjukkan gejala. Sebanyak 40 tipe HPV
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Sasarannya adalah alat kelamin, dan
digolongkan dalam dua jenis yaitu tipe HPV penyebab kanker dan HPV berisiko
rendah.
“Terdapat 15 jenis tipe yang mengarah pada penyakit kanker
serviks, yaitu HPV 16 dan 18. Kedua jenis itu merupakan penyebab lebih dari 70
persen kanker serviks di Asia Pasifik dan dunia. Vaksin itu menargetkan HPV
tipe 16 dan 18,” katanya.
Tentang penggunaan kondom bisa mencegah penyebaran HPV, dr
Laila mengatakan, kondom dapat mengurangi risiko penyebaran HPV, tetapi tidak
sepenuhnya melindungi wanita dari infeksi HPV.
“Tidak seperti virusnya lain, jika seorang wanita
terinfeksi virus HPV, bukan berarti wanita tersebut akan memiliki kekebalan
terhadap virus tersebut. Jika seorang wanita telah terpapar HPV, dia tetap
berisiko untuk mendapatkan infeksi berulang dari tipe HPV yang sama atau
berbeda, tetap berisiko terkena kanker serviks,” katanya.
Sementara Menneg PP Meutia Hatta menyambut baik kampanye
yang digagas Yayasan Kanker Indonesia melalui pendirian kelompok-kelonpok
perempuan yang siap mensosialisasikan kanker serviks. Karena kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks serta rendahnya kesadaran dan
keengganan untuk deteksi dini menyebabkan pasien datang sudah dalam keadaan
parah dan sulit disebabkan.
“Kanker serviks bisa menjadi beban kesehatan, ekonomi dan
emosional perempuan dimanapun. Jika penyakit itu dapat dicegah pada tahap awal,
jumlah angka kejadian dapat ditekan. Melalui kampanye ini, kami berharap bahwa
setiap perempuan bisa menjadi duta kanker serviks, sehingga Informasi kanker
serviks dapat disebarluaskan