Headlines News :
Home » » Hubungan Skin to Skin Contact Terhadap Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir

Hubungan Skin to Skin Contact Terhadap Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir

Written By admin on Tuesday, July 16, 2013 | 8:17 AM

    (riset: Suryanti, Maria Ulfah)

    Uji Hipotesis


1. Uji Hipotesis dari analisa data di atas pada tabel 4.2 bahwa “Terdapat peningkatan suhu tubuh dengan teknik Skin to skin contact pada neonatus aterm di BPS Ny. Misdiyah Atmawati, Desa Grugu Kecamatan Kawunganten Tahun 2010”, dapat ditemukan bahwa harga c2hitung = 25,60. Dalam hal ini dk=1 dan taraf kesalahan yang telah ditetapkan 5% maka harga c2Tabel = 3,481. Ternyata harga c2hitung lebih besar dari c2Tabel (25,60 > 3,481), maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa angka kejadian peningkatan suhu tubuh dengan teknik Skin to skin contact adalah tidak sama atau dengan kata lain “Kecenderungan terjadi peningkatan suhu tubuh dengan teknik Skin to skin contact pada neonatus aterm di BPS Ny. Misdiyah Atmawati, Desa Grugu Kecamatan Kawunganten Tahun 2010”.


Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan uji hipotesis dari analisa data di atas diperoleh harga c2hitung lebih besar dari c2Tabel (25,60 > 3,481), maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa angka kejadian peningkatan suhu tubuh dengan teknik Skin to skin contact adalah tidak sama atau dengan kata lain “Kecenderungan terjadi peningkatan suhu tubuh dengan teknik Skin to skin contact pada neonatus aterm di BPS Ny. Misdiyah Atmawati, Desa Grugu Kecamatan Kawunganten Tahun 2010

Teknik skin to skin contact ini didapatkan lewat kontak kulit ibu dan bayi. Proses penyaluran panas yang terjadi antara ibu dan bayi tersebut yaitu dengan cara menstransfer panas dari tubuh ibu supaya mencapai tubuh bayi. Energi panas mula-mula akan penetrasi ke dalam jaringan kulit dalam bentuk berkas cahaya (dalam bentuk radiasi atau konduksi). Kemudian akan menghilang di daerah jaringan yang lebih dalam berupa panas. Panas tersebut kemudian diangkut ke jaringan lain dengan cara konveksi yaitu diangkut ke jaringan seluruh tubuh melalui cairan tubuh (Gabriel, 2001: 131).

Wiknjosastro (2002:254) menjelaskan bahwa suhu lingkungan yang tidak baik (bayi tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 360C – 370C) akan menyebabkan bayi menderita hipertermi, hipotermi dan trauma dingin (Cold Injury).

Suhu normal adalah suhu tubuh yang menjamin kebutuhan oksigen bayi secara individual dapat terpenuhi, pada kulit bayi 36 – 36,50C; pada aksila : 36,5 – 370C pada rektum 36,5 – 370C. Istilah hipotermi secara umum digambarkan sebagai suhu tubuh urang dari 360C (Lubis, 2001).

Menurut Surasmi (2003:42-43) menjelaskan bahwa dalam kandungan, bayi berada dalam suhu lingkungan yang normal dan stabil yaitu 36°C-37°C. Segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Selain itu, hipotermi dapat terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum memadai, lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding dengan berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

Lubis (2001) menyatakan bahwa mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir, terutama pada bayi prematur. Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor penghasil panas dan pengeluarannya, sedang produksi panas sangat tergantung pada oksidasi biologis dan aktifitas metabolisme dari sel-sel tubuh waktu istirahat.

Farrer (1999:50) menjelaskan bayi baru lahir memiliki kemampuan terbatas dalam mengatur suhu tubuhnya yang berhubungan dengan lingkungan. Bayi ini akan terancam bahaya hipotermi jika tidak dilakukan tindakan pencegahan. Faktor-faktor yang penting yang harus dipertimbangkan adalah 1) produksi panasnya jelek karena laju metaboliknya rendah; 2) biasanya terjadi perubahan suhu yang dramatis pada lingkungan bayi tersebut khususnya bayi yang dilahirkan dalam ruangan berpendingin yang disesuaikan suhunya demi kenyamanan ibu; 3) bayi lahir dalam keadaan basah sehingga kehilangan panas melalui evaporasi; 4) bayi lahir memiliki permukaan tubuh yang luas jika dibandingkan dengan berat badannya; 5) pusat pengaturan suhunya didalam hipotalamus belum sepenuhnya matur sehingga proses menggigil dan berkeringat masih belum berkembang dengan baik. 


Share this article :
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger

No comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. AKBID GMC - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger